Sunday, February 23, 2014

asal usul jancuuuk

Sejarah Asal Mula kata Jancok by Jasa Pasang Iklan

Posted by surya oke setiaJumat, 05 April 20130 komentar
jasa iklan

Bagi masyarakat yang tinggal di pulau jawa , khususnya jawa timur sudah tidak asing lagi dengan kata "jancok" , kata ini sangat populer dan bisa dibilang bahasa pergaulan sehari hari oleh masyarakat surabaya . istilah ini kadang masih dianggap kasar oleh sebagian masyarakat yg tinggal di daerah lain, kediri jawa timur dan sekitarnya( penulis tinggal dikediri :D ).

Kata jancok merupakan kata kasar kalau di daerah penulis, bisa diistilahkan misoh/kata kotor . dan orang tua tidak mengajarkan kata kata ini kepada anaknya. tapi kata jancuk bagi arek2 suroboyo adalah bahasa pergaulan sehari hari dan merupakan simbol dari  surabaya. bukan arek suroboyo kalau tidak mengatakan jancok.

Baik saya akan mengulas sejarah asal mula kata jancok. Jancok awal mula tercipta dari masyarakat yang tinggal dikawasan Kenjeran atau lebih tepatnya kawasan Kedung Cowek dan tanah kali Kedinding. Kata jancok sudah ada sejak jaman penjajahan VOC tahun 1780an. kata orang-orang jawa dulu , jaman penjajahan VOC adalah jaman tidak enak ("Jaman VOC iku Jaman G Enak"). jancuk berasal dari kata encuk kalau dalam bahasa indonesia artinya Perkosa. Berhubung jaman dulu masyarakat d daerah surabaya masih tradisional dan wanitanya banyak yang  telanjang bulat karena tidak mempunyai pakaian. Sehingga Banyak orang-orang pejajah yang memperkosanya.

Dan munculah istilah "Jancuk/Jancok" yang kemungkinan besar pada jaman penjajahan dulu banyak terjadi peristiwa pemerkosaan. Jancok berasal dari frasa "di-encuk" kemudian jadi diancok lalu dancuk dan akhirnya jadi "jancok". Ada banyak Varian Istilah jancok seperti : jancuk , dancok, damput , jancik, diancok , hancik, jangkrik, mbokne ancuk(motherfucker) dsb.kata asli tersebut sebenarnya mempunyai arti kasar atau kotor namun seiring perjalanan waktu makna kata jancok meluas sehingga menjadi simbol persahabatan dan kata pergaulan khas bagi masyarakat Surabaya.

Kata pergaulan arek surabaya "jancuk" mempunyai beberapa maksud , misal "Jancok! ayu ne rek /  ayune arek iku, cuk" , kalimat tsb mempunyai arti penegasan keheranan karena melihat orang cantik. Kata cuk bisa juga bisa dimaksudkan untuk kata ganti orang misal "yo opo kabare cuk?" , "jancuk sek urip ae koen" . akhiran "cuk" bisa jga diartikan sebagai kata seru atau kata sambung contoh , "Madrid wingi maene apik tenan cuk," ,"wingi aku diuber kirek galak, ancuk ane" dll.

Itulah sejarah kata jancok dan perkembanganya di jaman sekarang .Ane sering menggunakan kata ini jika sedang marah tw lgi kesal. Kadang juga saat lagi bercanda ma teman teman, jangan ditiru ya :D jika mempunyai versi lain tentang istilah kata jancok. monggo di share juga ya. hehehe .Jika Anda lagi butuh jasa iklan kami siap membantu , karna kebetulan ane punya jasa iklan advertising .jika berminat hubungi kami ya. sekian
- See more at: http://kipasin.blogspot.com/2013/04/sejarah-asal-mula-kata-jancok.html#sthash.lIMvRaXx.dpuf

sejarah surabaya

Asal usul Kota Surabaya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kumpulan Cerita rakyat
Gambar asal usul Surabaya.jpeg
PenulisM.B. Rahimsah.AR
Judul asliAsal usul Surabaya
Seniman sampulTia Angelia
NegaraIndonesia
BahasaInggris
GenreCerita rakyat
PenerbitBINTANG INDONESIA,Jakarta
Tanggal terbit
Halaman160
ISBN978-979-1427-01-2
Asal usul Surabaya adalah sebuah buku terbitan Bintang Indonesia, yang menceritakan tentang sejarah bermula nya nama untuk kota Surabaya. Dalam buku ini di kisahkan tentang perkelahian dua jenis hewan yang sama-sama gagah dan sama-sama kuat, yaitu seekor Ikan Hiu yang bernama 'Sura', dan seekor Buaya.

Ringkasan cerita[sunting | sunting sumber]

Dahulu, di lautan luas sering terjadi perkelahian antara Ikan Hiu Sura dengan Buaya. Mereka berkelahi hanya karena berebut mangsa.Keduanya sama-sama kuat, sama-sama tangkas,sama-sama cerdik, sama-sama ganas dan sama-sama rakus.Sudah berkali-kali mereka berkelahi belum pernah ada yang menang atau pun yang kalah. akhirnya mereka mengadakan kesepakatan. "Aku bosan terus-menerus berkelahi, Buaya," kata ikan Sura. "Aku juga, Sura.Apa yang harus kita lakukan agar kita tidak lagi berkelahi?" tanya Buaya Ikan Hiu Sura sudah punya rencana untuk menghentikan perkelahiannya dengan Buaya segera menerangkan. "Untuk mencegah perkelahian di antara kita,sebaiknya kita membagi daerah kekuasaan menjadi dua. Aku berkuasa sepenuhnya di dalam air dan harus mencari mangsa di dalam air,sedangkan kamu barkuasa di daratan dan mangsamu harus yang berada di daratan. Sebagai batas antara daratan dan air, kita tentukan batasnya,yaitu tempat yang dicapai oleh air laut pada waktu pasang surut!" "Baik aku setujui gagasanmu itu!" kata Buaya.
Dengan adanya pembagian wilayah kekuasaan, maka tidak ada lagi perkelahian antara Sura dan Buaya. Keduanya telah sepakat untuk menghormati wilayah masing-masing. Tetapi pada suatu hari,Ikan Hiu Sura mencari mangsa di sungai. Hal ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi agar Buaya tidak mengetahui. Mula-mula hal ini memang tidak ketahuan. Tetapi pada suatu hari Buaya memergoki perbuatan Ikan Hiu Sura ini.Tentu saja Buaya sangat marah melihat Hiu Sura melanggar janjinya. "Hai Sura, mengapa kamu melanggar peraturan yang telah kita sepakati berdua? Mengapa kamu berani memasuki sungai yang merupakan wilayah kekuasaanku?" tanya Buaya. Ikan Hiu Sura yang merasa tak bersalah tenang-tenang saja. "Aku melanggar kesepakatan? Bukankah sungai ini berair.Bukankah aku sudah bilang, bahwa aku adalah penguasa di air? Nah, sungai ini 'kan ada airnya, jadi juga termasuk daerah kekuasaanku, " Kata Ikan Hiu Sura. "Apa? Sungai itu 'kan tempatnya di darat, sedang daerah kekuasaanmu ada di laut, berarti sungai itu adalah darerah kekuasaanku!" Buaya ngotot. "Tidak bisa. Aku 'kan tidak pernah bilang kalau di air itu hanya air laut, tetapi juga airsungai" jawab Hiu Sura? "Kau sengaja mencari gara-gara,Sura?" "Tidak! kukira alasanku cukup kuat dan aku memang dipihak yang benar!" kata Sura. "Kau sengaja mengakaliku.Aku tidak sebodoh yang kau kira!" kata Buaya mulai ,marah. "Aku tidak perduli kau bodoh atau pintar, yang penting air sungai dan air laut adalah kekuasaanku!" Sura tak mau kalah. Karena tidak ada yang mau mengalah, maka pertempuran sengit antara Ikan Hiu Sura dan Buaya terjadi lagi.
Pertarungan kali ini semakin seru dan dahsyat. Saling menerjang dan menerkam, saling menggigit dan memukul. Dalam waktu sekejap, air disekitarnya menjadi merah oleh darah yang keluar dari luka-luka kedua binatang tersebut. Mereka terus bertarung mati-matian tanpa istirahat sama sekali. Dalam pertarungan dahsyat ini, Buaya mendapat gigitan Hiu Sura di pangkal ekornya sebelah kanan. Selanjutnya, ekornya itu terpaksa selalu membengkok kekiri. Sementara ikan Sura juga tergigit ekornya hingga hampir putus, lalu ikan Sura kembali ke lautan. Buaya puas telah dapat mempertahankan daerahnya.
Pertarungan antara ikan Hiu yang bernama Sura dan Buaya ini sangat berkesan di hati masyarakat Surabaya. Oleh karena itu,nama Surabaya selalu dikait-kaitkan dengan peristiwa ini. Dari peritiwa inilah kemudian dibuat lambang Kota Surabaya yaitu gambar "ikan sura dan buaya". Namun ada juga sebahagian berpendapat, asal usul Surabaya berasal dari kata Sura dan Baya. Sura berarti Jaya atau selamat. Baya berarti bahaya, jadi Surabaya berarti "selamat menghadapi bahaya". Bahaya yang dimaksud adalah serangan tentara Tar-tar yang hendak menghukum Raja Jawa.Seharusnya yang dihukum adalah Kartanegara, karena Kartanegara sudah tewas terbunuh, maka Jayakatwang yang diserbu oleh tentara Tar-tar itu. Setelah mengalahkan Jayakatwang, orang Tar-tar itu merampas harta benda dan puluhan gadis-gadis cantik untuk dibawa keTiongkok. Raden Wijaya tidak terima diperlakukan seperti itu. Dengan siasat yang jitu, Raden Wijaya menyerang tentara Tar-tar di pelabuhan Ujung Galuh hingga mereka menyingkir kembali ke Tiongkok. Selanjutnya, dari hari peristiwa kemenangan Raden Wijaya inilah ditetapkan sebagai hari jadi Kota Surabaya. Surabaya sepertinya sudah ditakdirkan untuk terus baergolak.Tanggal 10 November 1945 adalah bukti jati diri warga Surabaya yaitu berani menghadapi bahaya serangan Inggris dan Belanda. Di zaman sekarang, setelah ratusan tahun dari cerita asal usul Surabaya tersebut, ternyata pertarungan memperebutkan wilayah air dan darat terus berlanjut. Di kalamusim penghujan tiba kadangkala banjir menguasai kota Surabaya. Pada musim kemarau kadangkala tempat-tempat genangan air menjadi daratan kering. Itulah Surabaya

yuhuuu

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Tenggelamnya-vanderwijk.jpg
Sampul depan cetakan ke-22
PengarangHamka
NegaraIndonesia
BahasaBahasa IndonesiaMelayu
GenreNovel
Penerbit(lihat di bawah)
Tanggal terbit1938
Jenis mediaCetak (kulit keras & lunak)
Halaman224 (cetakan ke-22)
ISBN978-979-418-055-6 (cetakan ke-22)
Nomor OCLC246136296
Tenggelamnja Kapal Van der Wijck (EYDTenggelamnya Kapal Van der Wijck) adalah sebuah novel yang ditulis oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan nama Hamka. Novel ini mengisahkan persoalan adat yang berlaku di Minangkabau dan perbedaan latar belakang sosial yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih hingga berakhir dengan kematian.
Novel ini pertama kali ditulis oleh Hamka sebagai cerita bersambung dalam sebuah majalah yang dipimpinnya, Pedoman Masyarakat pada tahun 1938. Dalam novel ini, Hamka mengkritik beberapa tradisi yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu terutama mengenai kawin paksa. Kritikus sastra Indonesia Bakri Siregar menyebut Van der Wijck sebagai karya terbaik Hamka, meskipun pada tahun 1962 novel ini dituding sebagai plagiasi dari karya Jean-Baptiste Alphonse Karr berjudul Sous les Tilleuls (1832).
Diterbitkan sebagai novel pada tahun 1939, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck terus mengalami cetak ulang sampai saat sekarang. Novel ini juga diterbitkan dalam bahasa Melayu sejak tahun 1963 dan telah menjadi bahan bacaan wajib bagi siswa sekolah di Indonesia dan Malaysia.

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau lebih dikenal dengan singkatan Hamka, adalah ulama asal Minangkabau yang dibesarkan dalam kalangan keluarga yang taat beragama. Ia memandang tradisi yang ada dalam masyarakat di sekitarnya sebagai penghambat kemajuan agama, sebagaimana pandangan ayahnya, Abdul Karim Amrullah.[1][2] Setelah melakukan perjalanan ke Jawa dan Mekkah sejak berusia 16 tahun untuk menimba ilmu, ia bekerja sebagai guru agama di DeliSumatera Utara, lalu di MakassarSulawesi Selatan.[3] Dalam perjalanan ini, terutama saat di Timur Tengah, Hamka banyak membaca karya dari ahli dan penulis Islam, termasuk karya penulis asal Mesir Mustafa Lutfi al-Manfaluti hingga karya sastrawan Eropa yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.[4][5] Pada tahun 1935, Hamka meninggalkan Makassar untuk pergi keMedan. Di kota itu, ia menerima permintaan untuk menjadi pemimpin redaksi majalah Pedoman Masjarakat, yang dalam majalah ini untuk pertama kalinya nama pena Hamka diperkenalkan.[2] Di sela-sela kesibukannya, Hamka menulis Van der Wijck; karya yang diilhami sebagian dari tenggelamnya suatu kapal pada tahun 1936.[6]

Plot[sunting | sunting sumber]

Perdebatan mengenai harta warisan antara Pendekar Sutan dengan mamaknya berujung pada kematian. Akibat membunuh mamaknya, Pendekar Sutan diasingkan dari Batipuh ke Cilacapselama dua belas tahun. Setelah bebas, Pendekar Sutan memilih menetap di Makassar dan menikah dengan Daeng Habibah. Akan tetapi, setelah memperoleh seorang anak bernama Zainuddin, Daeng Habibah meninggal dan, tak lama setelah itu, Zainuddin menjadi yatim piatu.
Ketika beranjak remaja, Zainuddin meminta izin kepada pengasuhnya, Mak Base untuk berangkat ke Minangkabau; ia telah lama ingin menjumpai tanah asal ayahnya di Batipuh. Namun, kedatangan Zainuddin tidak mendapatkan sambutan baik di tengah-tengah struktur masyarakat yang bernasabkan kepada ibu itu. Ia dianggap tidak memiliki pertalian darah lagi dengan keluarganya di Minangkabau karena, meskipun berayah Minang, ibunya berasal dari Bugis. Akibatnya, ia merasa terasing dan melalui surat-surat ia kerap mencurahkan kesedihannya kepada Hayati, perempuan keturunan bangsawan Minang yang prihatin terhadapnya.
Setelah Zainuddin dan Hayati sama-sama mulai jatuh cinta, Zainuddin memutuskan pindah ke Padang Panjang karena mamak Hayati memintanya untuk keluar dari Batipuh. Sebelum berpisah, Hayati sempat berjanji kepada Zainuddin untuk selalu setia. Sewaktu Hayati berkunjung ke Padang Panjang karena hendak menjumpai Zainuddin, Hayati sempat menginap di rumah sahabatnya, Khadijah. Namun, sekembali dari Padang Panjang, Hayati dihadapkan oleh permintaan keluarganya yang telah sepakat untuk menerima pinangan Azis, kakak Khadijah; Aziz, yang murni keturunan Minang dan berasal dari keluarga terpandang, lebih disukai keluarga Hayati daripada Zainuddin. Meskipun masih mencintai Zainuddin, Hayati akhirnya terpaksa menerima dinikahkan dengan Aziz.
Mengetahui Hayati telah menikah dan mengkhianati janjinya, Zainuddin yang sempat berputus asa pergi ke Jawa bersama temannya Muluk, tinggal pertama kali di Batavia sebelum akhirnya pindah ke Surabaya. Di perantauan, Zainuddin menjadi penulis yang terkenal. Pada saat yang sama, Aziz juga pindah ke Surabaya bersama Hayati karena alasan pekerjaan, tetapi rumah tangga mereka akhirnya menjadi berantakan. Setelah Aziz dipecat, mereka menumpang ke rumah Zainuddin, tetapi Aziz lalu bunuh diri dan dalam sepucuk surat ia berpesan agar Zainuddin menjaga Hayati. Namun, Zainuddin tidak memaafkan kesalahan Hayati. Hayati akhirnya disuruh pulang ke Batipuh dengan menaiki kapal Van der Wijck. Di tengah-tengah perjalanan, kapal yang dinaiki Hayati tenggelam, dan setelah Zainuddin mendengar berita itu ia langsung menuju sebuah rumah sakit di Tuban. Sebelum kapal tenggelam, Muluk yang menyesali sikap Zainuddin memberi tahu Zainuddin bahwa Hayati sebetulnya masih mencintainya. Namun tak lama setelah Zainuddin datang, Hayati meninggal. Sepeninggal Hayati, Zainuddin menjadi sakit-sakitan sampai akhirnya meninggal. Jasadnya dimakamkan di dekat pusara Hayati.

Tema[sunting | sunting sumber]

Seperti novel Hamka sebelumnya, Di Bawah Lindungan Ka'bahVan der Wijck ditulis untuk mengkritik beberapa tradisi dalam adat Minang yang berlaku saat itu, seperti perlakuan terhadap orang berketurunan blasteran dan peran perempuan dalam masyarakat; hal ini dimunculkan dengan usaha Hayati menjadi istri yang sempurna biarpun Aziz tidak menghargainya.[7][8] Hamka beranggapan bahwa beberapa tradisi adat tersebut tidak sesuai dengan dasar-dasar Islam ataupun akal budi yang sehat.[7] Dalam karyanya yang lain, Hamka terus mengkritik adat.[9]

Rilis dan penerimaan[sunting | sunting sumber]

Van der Wijck pertama kali diterbitkan sebagai cerita bersambung dalam majalah Islam mingguan Hamka di MedanPedoman Masjarakat pada tahun 1938.[10] Menurut Yunan Nasution, salah satu karyawan majalah tersebut, ketika majalah itu dikirimkan ke KutarajaAceh (kini Banda Aceh), banyak pembaca yang telah menunggu di stasiun kereta api agar bisa membaca bab berikutnya secepat mungkin. Hamka juga menerima surat dari beberapa pembaca, yang beranggapan bahwa novel itu mencerminkan kehidupan mereka. Namun, beberapa orang Muslim konservatif menolak Van der Wijck; mereka menyatakan bahwa seorang ulama harusnya tidak mengarang cerita tentang percintaan.[6]
Setelah mendapat sambutan yang hangat itu, Hamka memutuskan untuk menerbitkan Van der Wijck sebagai novel dengan usaha penerbitan milik temannya, M. Syarkawi; dengan menggunakan penerbit swasta Hamka tidak dikenakan sensor seperti yang berlaku di Balai Pustaka. Cetakan kedua juga dengan penerbit Syarkawi. Lima cetakan berikutnya, mulai pada tahun 1951, dengan Balai Pustaka. Cetakan kedelapan pada tahun 1961, diterbitkan oleh Penerbit Nusantara di Jakarta; hingga tahun 1962, novel ini telah dicetak lebih dari 80 ribu eksemplar. Cetakan setelah itu kemudian diterbitkan oleh Bulan Bintang.[10][11] Novel Hamka ini juga pernah diterbitkan di Malaysia beberapa kali.[6]
Kritikus sastra Indonesia beraliran sosialis, Bakri Siregar menyebut Van der Wijck sebagai karya terbaik Hamka.[3] Kritikus lain, Maman S. Mahayana, berpendapat bahwa novel ini mempunyai karakterisasi yang baik dan penuh ketegangan; Maman beranggapan bahwa ini mungkin karena novel ini awalnya diterbitkan sebagai cerita bersambug.[12]

Tuduhan plagiasi[sunting | sunting sumber]

Pada bulan September 1962, Abdullan S.P.—nama samaran dari Pramoedya Ananta Toer—yang memuat tulisannya ke dalam koran Bintang Timur menyebutkan bahwa novel Van der Wijckdiplagiasi dari Sous les Tilleuls (1832) karya Jean-Baptiste Alphonse Karr, melalui terjemahan berbahasa Arab oleh Mustafa Lutfi al-Manfaluti; sebenarnya desas-desus plagiasi sudah lama ada.[13][14] Hal ini menjadi polemik luas dalam pers Indonesia.[15] Sebagian besar orang yang menuduh Hamka berasal dari Lekra, sebuah organisasi sastra sayap kiri yang berafiliasi dengan PKI.[a]Sementara itu, penulis di luar sayap kiri melindungi Hamka.[13][16] Beberapa kritikus menemukakan beberapa kesamaan antara dua buku tersebut, baik dari segi alur maupun teknik penceritaan.[17]
Ahli dokumentasi sastra H.B. Jassin, yang membandingkan kedua karya itu dengan menggunakan terjemahan Sous les Tilleuls berbahasa Indonesia yang diberi judul Magdalena, menulis bahwa novel ini tidaklah mungkin hasil plagiasi, sebab cara Hamka mendeskripsikan tempat itu sangat mendalam dan sesuai dengan gaya bahasanya dalam tulisan sebelumnya.[18] Jassin juga menegaskan bahwa novel Van der Wijck membahas masalah adat Minang, yang tidak mungkin ditemukan dalam suatu karya sastra luar.[7] Akan tetapi, Bakri Siregar beranggapan bahwa terdapat banyak kesamaan antara Zainuddin dan Steve, serta Hayati dan Magdalena, yang menandai adanya plagiasi.[3] Kritikus sastra asal Belanda, A. Teeuw menyatakan bahwa tanpa berpendapat kalau kesamaan yang terkandung dalam novel itu dilakukan secara sadar, memang terdapat banyak hal yang mirip di antara kedua karya itu, tetapi Van der Wijck sesungguhnya mempunyai tema yang murni dari Indonesia.[14]

Keterangan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Lekra banyak menentang agama. Oleh sebab itu, Hamka, yang merupakan ulama, dianggap sebagai salah satu target penting.[13]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki
  1. ^ Siregar 1964, hlm. 60.
  2. ^ Teeuw 1980, hlm. 104.
  3. ^ Siregar 1964, hlm. 61.
  4. ^ Jassin 1985, hlm. 46.
  5. ^ Jassin 1985, hlm. 47.
  6. ^ Tempo 2008, Hamka Menggebrak Tradisi.
  7. ^ Jassin 1985, hlm. 63.
  8. ^ Mahayana 2007, hlm. 169.
  9. ^ Jassin 1985, hlm. 64.
  10. ^ Mahayana 2007, hlm. 168.
  11. ^ Siregar 1964, hlm. 123.
  12. ^ Mahayana 2007, hlm. 170.
  13. ^ Mahayana, Sofyan & Dian 1995, hlm. 78–79.
  14. ^ Teeuw 1980, hlm. 105.
  15. ^ Kompas 2012, Palagan Hamka.
  16. ^ Jassin 1985, hlm. 59.
  17. ^ Jassin 1985, hlm. 65-66.
  18. ^ Jassin 1985, hlm. 61.

biografi soekarno

Biografi Presiden Soekarno. Sampai sekarang beliau merupakan sosok yang banyak kagumi oleh orang. Soekarno atau yang lebih akrab dikenal sebagai Bung Karno merupakan Presiden pertama Indonesia yang berasal dari Blitar, sekaligus sebagai Pahlawan Proklamasi. Bahkan banyak pemimpin dunia segan terhadap Ir. Soekarno sebagai Presiden Indonesia. Soekarno yang bernama asli Koesno Sosrodihardjo dilahirkan di Surabaya pada tangga 6 Juni tahun 1901. Namun kini namanya berganti Soekarno sebab beliau sering sekali sakit lantaran namanya yang tidak sesuai. Beliau lahir dari orang tua yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan juga ibunya yang bernama Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya presiden Indonesia ini memiliki 3 orang istri dan masing-masing istri memberikan keturunan. Dari istri yang bernama Fatmawati, beliau dikaruniai 5 orang anak yakni Megawati, Rachmawati, Sukmawati, Guntur dan Guruh. Sedangkan dari Hartini, Soekarno dikaruniai 2 orang anak, yakni Bayu dan Taufan.

Tak banyak yang tahu, jika Soekarno memiliki istri yang merupakan turunan orang Jepang yakni Naoko Nemoto yang berganti nama dengan Ratna Sari Dewi. Dari hasil pernikahannya dengan wanita keturunan Jepang tersebut, menghasilkan keturunan yang bernama Kartika. Sewaktu kecil, beliau tak lama hidup dengan orang tuanya yang ada di Blitar. SD hingga lulus sekolah, beliau justru tinggal dan indekos di Surabaya tepatnya di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto yang merupakan politisi pendiri SI atau Serikat Islam. Setelah kelulusannya, beliau melanjutkan pendidikannya di HBS atau Hoogere Burger School. Pada waktu itu, Soekarno sudah mendapat gemblengan sehingga jiwa nasionalismenya sangat besar. 

Lulus dari HBS, tepatnya tahun 1920, Soekarno muda melanjutkan studinya ke THS atau Technische Hoogeschool yang kini bergelar menjadi ITB. Enam tahun kemudian, beliau mendapatkan gelar Ir tepat pada tanggal 25 Mei. Setelah kelulusannya tersebut beliau mengamalkan ajaran Marhaenisme serta menjadi pendiri Partai Nasional Indonesia atau PNI yang dibentuk tanggal 4 Juli tahun 1927. Tujuan di bentuknya partai tersebut adalah agar Indonesia bisa merdeka dari jajahan.

Akibat keberaniannya tersebut, Soekarno dimasukkan dalam penjara milik Belanda yakni penjara suka miskin. Selama berada di penjara, beliau mengandalkan hidupnya kepada sang istri untuk memasok kebutuhan hidupnya. Inggit dibantu kakak iparnya Sukarmini atau Ibu Wardoyo pada saat beliau dipenjara sering mengantarkan makanan untuk Soekarno. Pada saat itulah pengawasan di penjara Suka miskin ini semakin diperketat.

Oleh Belanda, Soekarno dianggap sebagai tahanan cukup berbahaya sebab menghasut orang lain untuk merdeka. Bahkan agar Soekarno tidak bisa mendapatkan informasi yang berasal dari luar penjara, beliau diisolasi bersama tahanan elite. Penghuni tahanan elite ini sebagian besar adalah warga Negara Belanda yang melakukan korupsi, penggelapan dan juga penyelewengan. Justru, ini menjadikan topik pembicaraan Soekarno tidak sesuai dengan para tahanan sebab yang ingin dibicarakan beliau adalah bagaimana untuk memerdekakan Indonesia.

Topik pembicaraan yang biasanya dia dengar adalah soal cuaca, makanan dan hal yang tidak pernah penting. Berada di penjara Suka miskin selama berbulan-bulan, menjadikan Soekarno putus komunikasi dengan para sahabat seperjuangannya. Namun dirinya tak kehilangan akal dan selalu mencari informasi dari luar.

Akhirnya beliau menemukan media yang bisa digunakan sebagai sarana komunikasi dengan istrinya yakni dengan telur. Jika telur yang dibawa berupa telur asin, maka kabar buruk sedang menimpa teman seperjuangan Bung Karno. Akan tetapi beliau hanya bisa menduga saja sebab tak tau persis apa yang sedang terjadi. Soekarno selalu mendapat pengawasan ketat sehingga tak leluasa berbicara dengan Inggit. Setiap barang bawaan yang dibawa oleh Inggit pun selalu mendapat pemeriksaan khusus. 
Biografi Presiden Soekarno

Lama kelamaan Soekarno dan inggit menemukan cara yang dianggap lebih mudah untuk melakukan komunikasi untuk mengelabui tentara Belanda. Meski medianya masih sama berupa telur, namun sekarang cara berbeda diterapkan untuk melakukan komunikasi sebagai kabar di luar penjara. Caranya adalah dengan menusuk jarum ke bagian telur. Jika mendapati kiriman telur dengan satu tusukan, itu artinya adalah kabar baik. Jika telur ditusuk sebanyak dua kali, artinya ada salah seorang teman yang sedang ditangkap. Sedangkan 3 tusukan, maknanya adalah penyergapan kepada aktivis kemerdekaan yang cukup besar.

Soekarno dipenjara pada tahun 1929 Desember, dan dibebaskan akhir bulan Desember tahun 1931. Selama menjalani hukuman di penjara Suka miskin ini Soekarno tak pernah sekalipun dijenguk kedua orang tuannya yang bermukim di Blitar. Berdasarkan penuturan kakaknya yakni Ibu wardoyo, kedua orang tuanya tersebut tidak sanggup jika harus melihat anak kesayangannya berada di penjara dan tak berdaya. 

Selama di Suka miskin kondisi Soekarno ini sangat memprihatinkan, yakni kurus dan juga hitam. Itulah alasannya seperti yang dituturkan oleh Ibu Wardoyo, orang tuanya tidak ingin menjenguk anaknya. Untuk menutupi keadaannya dan tidak membuat panik orang tuanya tersebut beliau berkilah jika kulitnya yang menghitam ini sebab sering bekerja serta bergerak berpanas-panas di bawah sinar matahari.

Beliau ingin memanaskan tulang-tulangnya, sebab selama berada di dalam penjara, tidak terdapat matahari yang menyinari ruangan sehingga menjadi lembab, dingin dan juga gelap. Delapan bulan berlalu kasusnya kemudian disidangkan oleh Belanda. Dalam pembelaannya, beliau membuat judul bahwa “Indonesia Menggugat” yang mengungkapkan keserakahan Belanda yang mengaku sebagai bangsa yang lebih maju tersebut.

Dalam pembelaannya tersebut, ternyata membuat Belanda semakin kalap dan PNI yang dibentuk oleh Soekarno tersebut dibubarkan pada tahun 1930, tepatnya bulan Juli. Kebebasan pun menantinya, dan benar saja pada tahun 1931 setelah keluar dari penjara Soekarno yang sudah tidak memiliki partai ini bergabung bersama Partindo. Baru saja bergabung, soekarno dipercaya oleh teman-temannya sebagai pemimpin yang membuatnya kembali ditangkap Belanda. Beliau dibuang ke Flores dan ke Bengkulu 4 tahun kemudian. Perjuangan yang panjang pun dilaluinya dan mempertemukan beliau dengan Bung Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. 

Kemerdekaan tersebut di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang sekarang di jadikan sebagai tanggal kemerdekaan. Beliau membuat gagasan dasar Negara yang disepakati bernama Pancasila. Itulah yang mengantarkan Ir. Soekarno menjadi Presiden RI pertama yang dipilih oleh rekan-rekannya dari PPKI serta mengangkat Mohammad Hatta sebagai wakil presiden RI yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia

Di luar sosoknya sebagai pejuang, mungkin tak banyak orang yang tahu jika Bung Karno pernah menikah sebanyak 9 kali. Dari penuturan orang-orang terdekatnya, Soekarno selama hidupnya terlihat memiliki karisma yang luar biasa. Itulah mengapa beliau sangat mudah membius wanita cantik untuk dijadikan isterinya. Bung Karno menuturkan jika untuk urusan wanita beliau tidak memiliki banyak kriteria sebab dirinya justru tertarik dengan wanita yang berpakaian sopan dan sederhana.

Pernah suatu ketika Fatmawati bertanya padanya, bagaimana pandangan beliau terhadap wanita dengan penampilan yang seksi. Beliau menuturkan jika beliau lebih tertarik dengan wanita yang berpakaian sopan dan sederhana dan juga apa adanya dan hal itulah yang amat disukai oleh Soekarno. Sambil memandang Fatmawati, beliau pun turut menjelaskan
jika beliau tidak menyukai wanita yang memakai lipstik, rok pendek dengan pakaian yang ketat seperti orang modern. Alangkah baiknya jika kecantikan wanita terlihat pada keasliannya.

Wanita yang konservatif, setia dan senang menjaga suaminya adalah wanita idamannya. Beliau sangat senang jika wanita tersebut mengambilkan alas kaki untuknya. Dia mengatakan pandangannya terhadap wanita Amerika yang menyuruh suaminya untuk mencuci piring. Mendengar itu pun Fatmawatisangat terkesima dan semakin terpesona dengan kesederhanaan soekarno yang membawanya menikah hingga akhir hayatnya.

Presiden Soekarno dan Ibu fatmawati

Pergolakan politik yang hebat yang terjadi di Indonesia pada tahun 1960an terutama yang disebabkan oleh pemberontakan hebat yang dikenal sebagai G30-S/PKI membuat akhir dari pemerintahan Presiden Soekarno yang kemudian ditandai dengan munculnya “Supersemar” atau yang lebih dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret pada tahun 1966 yang menandai peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto.

Setelah tidak menjabat sebagai presiden, Soekarno kemudian lebih banyak menghabiskan waktunya di istana Bogor dimana kesehatannya yang terus menerus makin menurun yang kemudian pada tanggal 21 Juni 1970, Soekarno kemudian menghembuskan nafas terakhirnya di RSPAD Gatot Subroto menandai perginya sang Proklamator atau Bapak Pendiri bangsa Indonesia ini ke pangkuan Yang Maha Kuasa. Jenazah Sang Proklamator kemudian disemayamkan di Wisma Yaso, jakarta yang kemudian dibawa ke Blitar, Jawa timur untuk di makamkan berdekatan dengan makam ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai. Atas jasa-jasa dari Soekarno kemudian negara menganugerahkan gelar “Pahlawan Proklamasi” kepada Presiden Soekarno. Pada tahun 2013 lalu, kisah perjuangan dari Ir. Soekarno kemudian diangkat ke layar lebar dengan film berjudul Soekarno : Indonesia Merdeka! yang disutradarai oleh Hanung Bramantio dan dibintangi oleh Ario Bayu sebagai Tokoh Soekarno dan Tika Bravani sebagai Fatmawati serta Maudy Koesnaedi sebagai Inggit Garnasih.

Biografi Presiden Soekarno

Isu di bunuh secara perlahan
Banyak keyakinan orang banyak bahwa Bung Karno dibunuh secara perlahan mungkin bisa dilihat dari cara pengobatan proklamator RI secara ketat di atur oleh Presiden Soeharto. Ketika sakit Soekarno ditahan di Wisma Yasso di Jl. Gatot Subroto. Penahanan ini membuatnya amat menderita lahir dan bathin. Anak-anaknya pun tidak dapat bebas mengunjunginya.

Banyak resep tim dokternya, yang dipimpin dr. Mahar Mardjono, yang tidak dapat ditukar dengan obat. Ada tumpukan resep di sebuah sudut di tempat penahanan Bung Karno. Resep-resep untuk mengambil obat di situ tidak pernah ditukarkan dengan obat. Bung Karno memang dibiarkan sakit dan mungkin dengan begitu diharapkan oleh penguasa baru tersebut agar bisa mempercepat kematiannya.

Permintaan dari tim dokter Bung Karno untuk mendatangkan alat-alat kesehatan dari Cina pun dilarang oleh Presiden Soeharto. “Bahkan untuk sekadar menebus obat dan mengobati gigi yang sakit, harus seizin dia, ” demikian Rachmawati Soekarnoputeri pernah bercerita.

Biografi Presiden Soekarno

Jika anda berkunjung ke Bangkok, Thailand jangan lupa untuk berkunjung ke Museum Madame Tussauds untuk melihat Patung Soekarno yang terbuat dari lilin. Patung lilin tersebut dibuat menyerupai Presiden Soekarno. Patung tersebut dibuat sebagai salah satu bentuk penghormatan oleh Madame Tussauds kepada Presiden Soekarno sebagai salah satu Proklamator dan sebagai Bapak Bangsa Indonesia dan juga peranan Soekarno bagi dunia internasional selama menjabat sebagai Presiden Soekarno. 

Patung Lilin Soekarno
Patung Lilin Soekarno di Bangkok, Thailand

Berikut Sebagian Kutipan Kata Kata Bijak Dari Presiden Soekarno
  1. Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu ! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak. [Pidato HUT Proklamasi, 1963]
  2. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. (Pidato Hari Pahlawan 10 Nop.1961)
  3. Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.
  4. Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
  5. Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun.
  6. Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.
  7. ……….Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan……
  8. Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai ! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat.
  9. Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia
  10. Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya
  11. Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang